mulus,siap tempur
Harga : 9,5 jt (nego)
Jln Talun Kidul
Harga : 350 jt (nego)
Hub : deni
telp :(022) 92778975
Obat Aborsi
MARAKNYA PEREDARAN OBAT DAFTAR G UNTUK ABORSI 1
(PERAN TIDAK LANGSUNG MEDIA MASSA)
Semarang, Target News
Sering kita baca pada iklan baris/kolom di beberapa media massa di Jateng dan DIY misalnya Harian Mtor, SM, KR. Cara mengiklankannya dengan bahasa tawaran “Obat telat bulan/awas wanita hamil”. Sebenarnya ini hanya kedok saja bagi penjual obat ilegal tersebut untuk coba-coba menawarkan orang melakukan tindak “aborsi” dengan berbagai macam alibi.
Iklan di media massa tersebut dimana para penjual Obat daftar G ilegal khususnya untuk terlambat bulan menawarkan dengan nominal 350 ribu rupiah sampai dengan 1,5 juta rupiah. Obat ini ditawarkan untuk para pasangan suami istri atau bukan dengan jaminan uang kembali apabila Kehamilan yang Tidak Dikehendaki (KTD) tidak juga gugur. Dengan kata lain, mereka menawarkan obat untuk aborsi “Ilegal” karena obat tersebut dijual tanpa resep dokter.
Obat dimaksud mengandung sejenis hormon prostaglandin yang dijual dengan merk dagang dari pabrik bernama Cytotec, dengan bentuk fisik tablet warna putih segi enam. Obat tersebut sebenarnya digunakan untuk pengobatan gangguan lambung tetapi mempunyai efek samping terhadap kontraksi uterus/rahim.
Dalam dosis kecil obat menyebabkan efek samping mengeluarkan darah dari rahim (ditandai bercak-bercak darah), sedangkan pada dosis yang besar akan menyebabkan keguguran janin karena menyerang kondisi janin yang masih muda. cara pemakaian untuk praktek ilegal aborsi ini maka tablet dimasukkan dalam (maaf) vagina sementara sebagian diminum oral . Ada juga yang diminum tersebut dicampur jamu tertentu dengan digerus terlebih dahulu dan diiringi terapi pemijatan.
Modus kejahatan terselubung ini tak terlepas dari peran apoteker/asisten apoteker hitam dalam hal pengadaan obat tersebut. Dalam hal ini peran pihak yang berwenang dalam hal ini BPOM untuk menghentikan kegiatan-kegiatan seperti ini sangatlah diharapkan. Pemberian sanksi yang tegas terhadap apotek yang ketahuan menjual obat daftar G tanpa resep dokter, serta juga selalu meng-crosscheck data penjualan obat tersimpan dalam database apotek atau data pesanan obat dari apotek ke PBF (Pedagang besar farmasi, red.) sedikit banyak akan mencegah terjadinya praktek-praktek abortus ilegal yang sangat-sangat tidak manusiawi dan melanggar hukum tersebut.
Peran dari media massa juga sangat signifikan dalam penyalah gunaan penggunaan obat tersebut. Hal ini dengan memberikan peluang bagi penjual obat ilegal tersebut memasang iklan. Walaupun pihak media massa cetak bisa memberika alasan “isi iklan diluar tanggung jawab redaksi” tetapi perannya sebagai “kontrol sosial” masyarakat sangat diharapkan. Dengan menyortir saja semua iklan yang masuk ke redaksi dengan sedikit lebih cermat sehingga iklan-iklan yang menyesatkan tidak bisa muat cetak, maka media sudah cukup membantu menghindari meluasnya bisnis ilegal aborsi ini. Apalagi dalam UU Pers Bab IV (Perusahaan Pers) Pasal 13b sangat-sangat tegas mengatur hal tersebut. “Perusahaan Pers dilarang memuat iklan : minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “
Guru Besar Ilmu Kandungan Fakultas Kedokteran Undip Semarang itu menjelaskan, obat dengan merek "Cytotec" yang diproduksi Searle Pfizer berisi kandungan misoprostol dan diindikasikan untuk mengobati mag serta dilarang keras (kontraindikasi) digunakan untuk perempuan hamil, perempuan yang sedang merencakan hamil, dan ibu yang menyusui.
Penggunaan misoprostol ini, menurut mantan Ketua PKBI Jateng ini juga harus dengan resep dokter meski dilihat dari harganya per butir sangat murah,yaitu 31000/butir
"Saya sebagai dokter kandungan sangat prihatin dengan kondisi penyalahgunaan misoprostol ini untuk aborsi," kata Untung.
Sebelumnya diberitakan seorang dokter melakukan praktik aborsi ilegal yang dalam mengakuannya telah "melayani" hampir 1.000 pasien yang ingin menggugurkan kandungan. Dalam pengakuannya kepada polisi, dokter Kokok yang melakukan praktik aborsi itu, menggunakan obat "Cytotec" untuk mempercepat proses pengguguran.
Untung menegaskan, meski berdasarkan literatur "Cytotec" belum dimasukkan dalam daftar obat untuk kehamilan, sudah lama obat ini dipergunakan untuk kepentingan tersebut.
"Namun yang dipakai bukan khasiat obat, melainkan efek sampingnya, yang sudah ditegaskan bahwa obat tersebut dilarang untuk wanita hamil," katanya.
Ia menjelaskan, kegunaan "cytotec" di bidang obstertik antara lain untuk induksi persalinan, supaya wanita hamil berkontraksi. Hal ini misalnya dipakai pada serotinus (kehamilan lebih dari 42 minggu) dan belum ada tanda-tanda kelahiran.
"Dalam kondisi seperti itu perlu dipacu (induksi) sehingga terjadi persalinan, karena bila kehamilan telah tua, bayinya dapat meninggal," katanya.
Selain itu, digunakan untuk ibu hamil yang menderita diabetes mellitus. Dalam kondisi seperti ini, persalinan dibuat pada kehamilan 38-39 minggu, sebab kalau ditunggu sampai aterm (sampai keluar), ditakutkan anak besar dan terjadi kesulitan persalinan.
"Cytotec" yang oleh dr Untung disebut obat "Sapu Jagad" itu juga bisa digunakan untuk ibu hamil dengan penyakit preeklamis. Tekanan darah tinggi dikhawatirkan makin tua kehamilan tekanan darah makin tinggi.
Fungsi lain obat itu digunakan pada ibu hamil yang anaknya meninggal dalam kandungan, apalagi kalau bayi itu belum genap bulan, juga digunakan ibu yang mengandung bayi yang cacat, misalnya hydrocephalus, dan lainnya.
"Cytotec" juga bisa melunakkan portio, dengan memasukkan obat ini ke dalam vagina maka portio yang terkena obat ini akan menjadi lembut sehingga apa yang ada di dalamnya bisa keluar.
Namun dr Untung menegaskan, produsen mesoprostol sampai sekarang belum mengetahui berapa persis dosis yang diberikan untuk keperluan persalinan tersebut, karena dalam brosur di dalam kemasan disebutkan larangan wanita hamil dan menyusui mengonsumsi "cytotec".
"Tetapi yang terjadi justru khasiat obat ini malah dikenal untuk oborsi, padahal 'cytotec' adalah obat mag," katanya.